Candi Borobudur kembali menjadi pusat perhatian dunia saat perayaan Tri Suci Waisak tahun ini. Pada puncak perayaan yang jatuh pada Minggu, ribuan umat Buddha dan wisatawan dari berbagai penjuru nusantara dan mancanegara memadati kompleks candi yang terletak di Magelang, Jawa Tengah. Berdasarkan data resmi dari pengelola, jumlah pengunjung yang hadir pada puncak perayaan Waisak mencapai lebih dari 45 ribu orang, angka yang memecahkan rekor kunjungan dalam tiga tahun terakhir pasca-pandemi COVID-19.
Fenomena ini tidak hanya memperlihatkan antusiasme umat dalam menjalankan ibadah dan ritual spiritual, tetapi juga menegaskan posisi Borobudur sebagai magnet budaya dan spiritual kelas dunia. Selain menjadi ajang religi, perayaan Waisak juga menjadi momen penting untuk membangkitkan pariwisata dan ekonomi lokal yang sempat lesu akibat berbagai krisis global.

Signifikansi Perayaan Waisak di Candi Borobudur
Makna Waisak Bagi Umat Buddha
Waisak adalah hari suci bagi umat Buddha yang memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Siddhartha Gautama: kelahiran, pencerahan (Bodhi), dan wafat (Parinibbana). Perayaan ini memiliki makna spiritual mendalam, di mana umat melakukan berbagai ritual sebagai bentuk penghormatan, refleksi, dan pemurnian batin.
Candi Borobudur menjadi lokasi utama perayaan Waisak di Indonesia karena nilai historis dan spiritualnya. Sebagai candi Buddha terbesar di dunia, Borobudur dianggap sebagai simbol peradaban tinggi dan pusat meditasi spiritual umat Buddha dari berbagai negara.
Borobudur Sebagai Pusat Ziarah dan Pariwisata
Candi Borobudur tak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga pusat budaya dan pariwisata nasional. Waisak menjadikannya titik pertemuan antara sakralitas dan keragaman budaya. Selama perayaan, umat Buddha dari Thailand, Myanmar, Sri Lanka, Vietnam, dan beberapa negara Barat turut hadir dan berpartisipasi dalam prosesi, menciptakan suasana multikultural yang harmonis.
Pemerintah pun menggarisbawahi pentingnya momentum Waisak sebagai bagian dari diplomasi budaya dan promosi destinasi wisata unggulan Indonesia.

Lonjakan Pengunjung dan Dampaknya
Data Kunjungan Tertinggi Pasca Pandemi
Kepala Balai Konservasi Borobudur, Iwan Setiawan, menyebutkan bahwa lonjakan pengunjung mencapai 45.000 orang hanya dalam satu hari, tepat saat puncak perayaan Waisak. Angka ini menunjukkan kebangkitan pariwisata nasional, terutama di sektor wisata spiritual dan budaya.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencatat sekitar 25 ribu pengunjung pada hari yang sama, peningkatan ini hampir dua kali lipat. Hal ini tak lepas dari pelonggaran protokol kesehatan, kampanye pariwisata yang masif, serta kerinduan masyarakat akan kegiatan spiritual kolektif.
Dampak Ekonomi bagi Masyarakat Lokal
Kehadiran puluhan ribu pengunjung berdampak langsung pada perekonomian lokal. Hotel-hotel di sekitar Magelang mencatat okupansi hingga 100 persen. Homestay, restoran, transportasi lokal, dan pelaku UMKM juga merasakan berkah ekonomi dari perayaan ini.
Para pedagang suvenir di kawasan Candi Borobudur melaporkan lonjakan penjualan hingga tiga kali lipat dibanding hari biasa. “Biasanya cuma bawa pulang 500 ribu per hari, sekarang bisa tembus dua juta,” ujar Sari, pedagang kerajinan tangan.
Keamanan dan Pengaturan Lalu Lintas
Dengan tingginya jumlah pengunjung, aparat gabungan dari TNI, Polri, Satpol PP, dan relawan diterjunkan untuk mengatur keamanan dan kelancaran lalu lintas. Kawasan Candi Borobudur diberlakukan sistem buka-tutup dan jalur satu arah untuk kendaraan wisata.
Pemerintah Daerah Magelang juga menyiapkan posko kesehatan dan titik parkir alternatif di beberapa lokasi, mengingat padatnya arus kendaraan pribadi dan bus pariwisata.
Rangkaian Prosesi Waisak di Borobudur
Kirab Waisak: Perjalanan dari Mendut ke Borobudur
Salah satu bagian paling sakral dari perayaan Waisak adalah kirab dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur, yang berjarak sekitar 3,5 kilometer. Ribuan umat Buddha berjalan kaki membawa lentera, bunga, serta Rupang Buddha. Prosesi ini bukan hanya ritual spiritual, tetapi juga simbol perjalanan manusia menuju pencerahan.
Di sepanjang jalan, warga dan wisatawan berdiri di sisi kiri-kanan, memberikan hormat dan ikut larut dalam suasana damai. Lentera dilepas ke langit saat malam, menciptakan pemandangan spektakuler yang melambangkan pelepasan nafsu duniawi dan doa untuk kedamaian dunia.
Detik-Detik Waisak dan Pelepasan Lampion
Detik-detik Waisak ditentukan berdasarkan penanggalan lunar. Tahun ini, detik Waisak jatuh pada pukul 10.52 WIB. Pada saat itu, ribuan umat melakukan meditasi hening dan pembacaan paritta suci secara serempak. Suasana sakral dan damai terasa menyelimuti kompleks Borobudur.
Malam harinya, acara ditutup dengan pelepasan ribuan lampion ke langit, yang telah menjadi ikon perayaan Waisak. Ribuan cahaya menyala bersamaan, memberikan nuansa magis sekaligus pesan spiritual tentang harapan, kedamaian, dan penerangan batin.
Peran Pemerintah dan Lembaga Keagamaan
Kolaborasi Lintas Sektor
Perayaan Waisak di Borobudur tidak lepas dari kerja sama antara Kementerian Agama, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, serta berbagai organisasi keagamaan seperti WALUBI (Perwakilan Umat Buddha Indonesia) dan Permabudhi (Persatuan Umat Buddha Indonesia).
Kolaborasi ini mencerminkan semangat Bhinneka Tunggal Ika, di mana keragaman dijaga dan dirayakan dalam bingkai persatuan. Aparat pemerintah juga menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai toleransi dalam perayaan lintas keyakinan seperti ini.
Konservasi dan Pelestarian Cagar Budaya
Borobudur adalah situs warisan dunia UNESCO, sehingga penyelenggaraan kegiatan besar harus mempertimbangkan aspek pelestarian. Balai Konservasi Borobudur menerapkan sejumlah aturan untuk menjaga kelestarian struktur candi, termasuk pembatasan pengunjung yang bisa naik ke area stupa utama dan penggunaan alas kaki khusus.
Selain itu, edukasi terhadap pengunjung mengenai pentingnya menjaga kebersihan, ketertiban, dan penghormatan terhadap nilai-nilai spiritual terus digencarkan selama acara berlangsung.
Perspektif Umat dan Wisatawan
Testimoni Umat Buddha
Bagi umat Buddha, merayakan Waisak di Borobudur adalah pengalaman spiritual yang luar biasa. Banyak yang datang dari luar kota bahkan luar negeri untuk bisa ikut dalam prosesi ini. Bagi mereka, berada di tempat yang dianggap suci dan penuh sejarah memberikan kedamaian batin tersendiri.
“Saya merasa seperti kembali ke akar. Di sini saya bisa bermeditasi dengan tenang, merasakan energi spiritual yang luar biasa,” ujar Bhante Ananda, seorang biksu asal Thailand.
Pengalaman Wisatawan Non-Buddha
Tidak hanya umat Buddha, banyak wisatawan non-Buddha turut menikmati suasana Waisak. Mereka melihat perayaan ini sebagai momen untuk belajar tentang kebudayaan, toleransi, dan keragaman spiritual.
“Luar biasa. Saya bukan penganut Buddha, tapi saya merasa damai menyaksikan semua ini. Orang-orang berkumpul, saling menghormati, tidak ada kebisingan, hanya ketenangan,” kata Amanda, turis asal Belanda.
Tantangan dan Catatan Ke Depan
Keseimbangan antara Pariwisata dan Spiritualitas
Meski jumlah pengunjung tinggi menjadi indikator kesuksesan acara, namun tantangan besar tetap ada: menjaga keseimbangan antara nilai spiritual dan aspek komersial. Beberapa kritik muncul terkait kebisingan, sampah, dan perilaku wisatawan yang tidak menghormati kesakralan acara.
Panitia dan pemerintah perlu terus memperbaiki sistem pengelolaan acara agar tetap menjaga khidmatnya perayaan Waisak tanpa mengorbankan potensi pariwisata.
Infrastruktur dan Daya Tampung
Infrastruktur menuju dan di sekitar Borobudur masih menjadi perhatian, terutama akses jalan, lahan parkir, serta kapasitas akomodasi. Peningkatan fasilitas umum, transportasi massal, dan pengelolaan massa yang lebih efisien dibutuhkan agar acara berskala besar seperti ini bisa berjalan lebih lancar dan aman.
Harapan untuk Masa Depan Perayaan Waisak
Pusat Spiritualitas Global
Dengan antusiasme yang terus meningkat, Borobudur memiliki potensi besar untuk menjadi pusat spiritual global, setara dengan Bodh Gaya di India atau Lumbini di Nepal. Untuk itu, dibutuhkan visi jangka panjang dalam pengelolaan situs dan perayaan besar seperti Waisak.
Meningkatkan Kesadaran Budaya dan Lingkungan
Perayaan Waisak tidak hanya tentang ritual, tetapi juga tentang harmoni antara manusia dan alam. Diharapkan setiap pengunjung, baik umat maupun wisatawan, semakin sadar akan pentingnya menjaga cagar budaya, lingkungan, serta keberagaman yang dimiliki Indonesia.
Dengan manajemen yang tepat dan semangat kolektif dari semua pihak, Borobudur akan terus menjadi lentera peradaban yang memancarkan cahaya kebijaksanaan, kedamaian, dan toleransi bagi seluruh dunia.